KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Mulai dari diri adalah awal setiap guru untuk melakukan suatu perubahan, menerapkan dasar-dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidik adalah hanya bisa merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat alam dan kodrat jaman. Kemudian masih dalam kaitannya dasar-dasar pendidikan KHD bahwa guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanaman itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama penyakit yang dapat menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyiram, memberi pupuk dan memberi obat pembasmi hama.
Terkait dalam filosopi pandangan Ki Hajar dewantara tentang Triloka yang isinya yaitu seorang guru menjadi teladan saat mendidik baik disekolah maupun dilingkungan masyarakat, memberikan semangat ketika melakukan dan menerapkan budaya positif , serta mendorong anak didik dalam mengarungi pendidikan sebagai salah satu upaya menggapai cita-cita Sebagaimana ungkapan yang kita kenal Triloka Ki Hajar Dewantara "Ing Ngarso Suntulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut wuri Handayani" artinya di depan memberi teladan, di tengah membangun motivasi/dorongan, di belakang memberi dorongan. Penerapan untuk melakukan pembelajaran yang mengutamakan kebebasan kepada seluruh siswa dalam belajar, menerima pembelajaran, serta kebebasan dalam mengeksplorasi diri sebagai pembelajar.sejatinya akan lahir generasi generasi anak yang tidak tergantung kepada orang lain dan bisa bersandar atas kekuatan sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, maka guru sebagai pemimpin pembelajaran sudah sepatutnya menerapkan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan yang disebut Pratap triloka yang sangat mempengaruhi pengambilan sebuah keputusan supaya dapat mengayomi lebih banyak. Seorang pemimpin (guru) harus mampu menjadi teladan bagi orang-orang yang dipimpinnya (murid), seorang pemimpin (guru) harus mampu membangun semangat orang-orang yang dipimpinnya (murid), dan seorang pemimpin (guru) harus mampu memberikan motivasi kepada orang-orang yang dipimpinnya (murid) untuk dapat mengembangkan minat, bakat, dan potensi yang dimiliki. Sebagai pemimpin pembelajaran juga harus mengetahui posisi control guru yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak kepada murid semua aspek tersebut harus dimiliki oleh seorang guru terutama calon guru penggerak.dalam kiprahnya di sekolah masing-masing untuk bisa menularkan kebiasaan positif bagi teman sejawatnya, intinya guru harus mampu mewarnai dalam konteks penerapan budaya positif disekolah masing masing.
Perlahan nilai tersebut sudah mengendap dalam diri sehingga ketika harus mengambil suatu keputusan seyogyanya bisa berpihak pada murid. Terkadang pendidik mengalami dilema etika, yaitu situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan di mana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan. Namun berpegang pada nilai dalam diri diharapkan bisa melakukan pertimbangan yang matang sebelum diputuskan. Seorang pendidik dapat memberikan tuntunan agar murid dapat mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab.
Dalam segala aspek materi pembelajaran yang diberikan terhadap peserta didik kita, terkait guru sebagai agen perubahan sekaligus bisa memanajemen emosional sebagai control social baik dikelas yang berhadapan langsung dengan berbagai bakat sifat dan kebutuhan belajar anak maupun dilingkungan sekolah maka seorang pendidik harus mampu mengelola emosi sebagai sebuah tantangan untuk memberikan timbal balik positif, maka metode coaching adalah sebuah metode pendekatan yang terbaik, Coaching adalah memberikan pertanyaan pertanyaan untuk menggali dan murid sendiri yang menentukan konteks pendidikan coaching menjadi salah satu proses 'menuntun' kemerdekaan belajarnya dalam pembelajaran di sekolah.
Coaching sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, di mana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Coaching dianggap sebagai sebuah kegiatan yang memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini, dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach menginspirasi coachee untuk menemukan jawaban-jawaban sendiri atas permasalahannya. Jawaban yang diberikan oleh coachee haruslah mengacu pada 9 langkah dalam pengambilan keputusan supaya bisa dipertanggungjawabkan secara moral maupun hukum.
Guru sebagai pemimpin pembelajaran dituntut untuk bisa menjalankan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan. Selain itu, di dalam mengambil sebuah keputusan seorang pemimpin (guru) harus selalu menyelaraskan dengan visi dan misi calon guru penggerak yang telah disusun dan disepakati bersama, agar apa yang diputuskan jelas dan terarah. Utamanya dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid sehingga terwujud merdeka belajar. Keputusan yang dibuat oleh guru tanpa memandang 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan akan berdampak pada masa depan murid. Keputusan yang tepat akan menjadikan lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Sebaliknya keputusan yang tidak tepat akan memberikan dampak negatif pada psikis murid yang akan selalu dikenangnya seumur hidupnya.
Arah pengambilan keputusan ini sejatinya akan jelas dan terarah jika proses pengambilan keputusan dilakukan dengan tepat, dan efektif dan selalu berpihak kepada kebutuhan murid, pengambilan keputusan yang bertangguang jawab dalam menentukan arah keputusan, maka dikenal dengan istilah dilema etika atau bujukan moral.
Dilema etika adalah situasi dimana ada dua pilihan dalam mengambil sebuah keputusan yang sama sama benarnya menurut moral namun bertentangan, dalam menerpakan dilema etika ada hal-hal yang perlu dicermati diantaranya ada 4 [empat ] paradigma serta menggunankan 3 [ tiga] prinsip dan 9 [Sembilan] langkah pengambilan keputusan, sehingga terkadang banyak keputusan yang diambil oleh pemangku kepentingan sering bersebrangan dengan kebijakan-kebijakan lain, karena dasar keputusan tidak mengarah dan mengakar kepada dilema etika atau bujukan moral, dilema etika sejatinya sebuah pilihan atau memilih dua pilihan yang sama-sama benar menurut moral namun bertentangan dan bersebrangan.
Perbedaan Dilema Etika dan Bujukan Moral :
- Dilema etika atau benar vs benar adalah sebuah situasi yang terjadi di mana seseorang dihadapkan pada situasi keduanya benar namun bertentangan dalam mengambil sebuah keputusan.
- Bujukan moral atau benar vs salah adalah sebuah situasi yang terjadi di mana seseorang dihadapkan pada situasi benar atau salah dalam mengambil sebuah keputusan.
Dilema etika ini sifatnya relative dan bergantung pada situasi dan kondisi yang terjadi pada saat kejadian, hal ini dapat dimaknai bahwa terkadang hal yang benar untuk memegang aturan demi suatu keadilan, akan tetapi terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar pula dimana kita dihadapkan dengan situasi yang sangat urgent dan membuat kita merasa kasihan.
Ada hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan aktivitas pengambilan keputusan pada situasi yang terjadi dalam dilema etika, ada 4 kategori paradigma, yaitu Individu lawan masyarakat, Rasa keadilan lawan rasa kasihan, Kebenaran lawan kesetiaan, Jangka pendek lawan jangka panjang
Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil , dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar.
Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini.
1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Dalam pengambilan sebuah keputusan ada tiga prinsip yang melandasinya. Ketiga prinsip ini yang seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip tersebut yaitu.
1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
Ada sembilan langkah pengambilan keputusan, yaitu :
1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
4. Pengujian benar atau salah. Ada uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, dan uji panutan/idola.
5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
6. Melakukan Prinsip Resolusi.
7. Investigasi Opsi Trilema.
8. Buat Keputusan.
9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan.
KESIMPULAN :
Sebuah keputusan yang sudah diambil harus efektif dan berpijak kepada aturan yang ada sementara rasa peduli, dan aturan, juga harus dipertimbangkan dan di selesaikan dengan cepat, harus mampu memberikan rasa nyaman, kondusif, aman dan berdampak positif disekolah, karena sejatinya seorang guru adalah merupakan seorang pemimpin pembelajar yang akan menentukan arah kebijakan belajar dan tentunya harus berorientasii kepada keberpihakan terhadap murid. Dan ketika kita dihadapkan dengan situasi dilema etika, maka akan ada nilai-nilai kebajikan yang mendasarinya namun bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Sesuai dengan cita cita Ki Hajar Dewantara, pembelajaran coaching, merupakan pembelajaran sosial emosional yang dapat digunakan nantinya sebagai bekal tentang bagaimana seorang pendidik yang harus memiliki keterampilan psikologis dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan-kesulitan dan umpan balik positif. Pengambilan keputusan yang tepat tentunya akan membawa keadaaan yang lebih nyaman. Kita ilustrasikan sebuah sekolah yang nyaman aman dan kondusif didalamnya tumbuh dan berkembangnya budaya positif, murid memiliki motivasi yang cukup tinggi, belajar tanpa pujian dan hadiah, taat tanpa hukuman, dan pembelajaran yang berpihak kepada murid, pendidik yang selalu melihat kodrat dan kebutuhan murid serta mampu mengelola emosi menjadi sebuah kekuatan positif, dan menjadi pendengar yang baik ketika murid memiliki sebuah masalah, memiliki para pendidik yang bisa dan mampu membuat keputusan sebagai pemimpin pembelajaran disekolah, ini adalah cita cita kita sebagai guru di abad 21.
SALAM DAN BAHAGIA
#GuruPenggerak
#MerdekaBelajar
#BanggaMenjadiGuru
#MuridkuPenyemangatku
Penulis:
Ni Putu Wahyuni
SMP Negeri 2 Gianyar
CGP Angkatan Ke - 2 Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali
No comments:
Post a Comment